PERAN PESANTREN DALAM DAKWAH ISLAM DI INDONESIA
1. Pondok Pesantren Pendidikan Keislaman dan Keaslian Indonesia
Pondok pesantren termasuk lembaga pendidikan yang sudah sangat lama ada di Indonesia sehingga begitu mengakar dengan budaya bangsa serta mampu mempertahankan eksistensinya dari berbagai ujian. Pesantren memiliki tata nilai yang akhirnya dapat membentuk sistem pendidikan dan mampu menyerap nilai-nilai edukatif lama yang telah ada dan membudaya sekaligus berkembang mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa harus kehilangan jati dirinya.
Pondok pesantren memiliki karakter tersendiri, yaitu keislaman dan keaslian Indonesia. Maksudnya, sebagai lembaga pendidikan yang identik dengan keislaman sekaligus orisinal (asli berasal dari Indonesia) dengan ciri khas memiliki padepokan atau asrama untuk tempat tinggal peserta didik yang biasa disebut santri.
Pondok berasal dari kosakata bahasa Arab funduk yang memiliki makna asrama atau tempat di mana peserta didik tinggal. Adapun pesantren berasal dari kosakata lokal, yaitu cantrik yang bermakna siswa atau peserta didik. Dengan demikian pondok pesantren merupakan perpaduan kosakata bahasa Arab dan lokal. Secara istilah, pondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan di mana peserta didik tinggal di asrama selama 24 jam untuk melaksanakan proses belajar-mengajar baik pendalaman ilmu agama (tafaqquh fiddin) maupun keterampilan dan kecakapan hidup.
2. Pendidikan Pesantren sebagai Sarana Dakwah
Pendidikan pondok pesantren merupakan serangkaian proses belajar-mengajar berasrama yang berlangsung selama 24 jam dengan tujuan menyiapkan secara sadar peranan peserta didik di masa yang akan datang. Hal tersebut dilakukan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, baik secara konvensional maupun sudah mengalami sentuhan metode modern.
Menurut Agus Sunyoto di dalam buku Atlas Walisanga; usaha dakwah Islam yang dijalankan Walisanga melalui pendidikan mengalami proses akulturasi dengan budaya dan agama sebelumnya. Pola dakwah tersebut adalah melalui pengembangan model dukuh yang semula merupakan lembaga pendidikan Hindu-Buddha serta padepokan yang merupakan lembaga pendidikan Kapitayan (tempat bermukim para cantrik) yang diformat sesuai ajaran Islam menjadi lembaga pondok pesantren.
Sebuah pondok pesantren mempunyai komponen pokok yang menjadi ciri khas tersendiri. Pertama, kiai (sebagai komponen sentral dalam suatu pesantren). Kedua, santri (peserta didik atau anak dalam keadaan berkembang dalam pendidikan dipondok pesantren). Ketiga, masjid/mushala (sarana fisik sebagai tempat ibadah dan pusat kegiatan di dalam pondok pesantren), Keempat, pondok/asrama (sarana fisik sebagai tempat tinggal para santri). Kelima, kitab kuning (materi pokok dalam kurikulum pendidikan pesantren). Keenam, metode pengajaran sorogan, bandongan, dan al-ijnul ijazah serta model pembelajaran “utawi iki iku” (yakni pola belajar di mana santri bisa mengetahui makna, kedudukan, dan fungsi masing-masing kalimat). Kiai mempunyai berbagai fungsi, di antaranya sebagai figur pimpinan pondok pesantren. sehingga kewibawaan, kepribadian, penguasaan ilmu agama, serta pengalaman kiai memberikan warna pada budaya dan lingkungan masyarakatnya. Kiai sebagai guru mengaji mempunyai banyak murid. Melalui murid (santri) itulah tersebar karisma kiai di bidang keagamaan sekaligus budi luhur yang dituturkannya. Kiai juga memberi ilham kepada masyarakat sekitarnya dalam memecahkan persoalan.
Biasanya, seorang anak kiai sangat dihormati oleh para santri dan masyarakat sekitar sebagaimana tampak dari panggilan “Gus” (singkatan dari “gusti” atau “bagus”). Sebutan ini mengandung tafa’ul atau harapan agar ia menjadi orang yang bagus dan mulia. Oleh karena itu, anak kiai (“Gus”) mempunyai kesempatan yang luas untuk memimpin sebuah pondok pesantren.
Dalam bahasa-bahasa simbol pesantren, status kiai bisa diperoleh atau terjadi karena karomah (suatu kemuliaan dari Allah) dan barakah (suatu kebaikan rohani yang dapat dilimpahkan kepada orang lain, terutama anaknya dan santrinya). Status kiai dapat pula diperoleh melalui nasab (garis keturunan).
Istilah “santri” pada dasarnya muncul bersamaan dengan berdirinya pesantren di Indonesia. Santri yang dikenal sebagai penghuni pesantren bila dikaji tentu tidak akan lepas dari figur seorang kiai yang membentuk kepribadian dan karakternya serta sebagai lingkungan kehidupannya selama menjadi santri.
3. Pesantren sebagai Pencetak Para Da’i
Pesantren selain sebagai sarana dakwah, juga memiliki peran lain yaitu pencetak para pendakwah atau da’i. Sebagian besar da’i di Indonesia adalah lulusan pesantren. Para da’i lulusan pesantren turut serta menyebarkan ajaran-ajaran Islam dengan berbagai cara. Sebagian dari mereka menyebarkan ajaran Islam melalui media sosial, berceramah dari panggung ke panggung dan lain sebaginya. Cara lain yang dilakukan oleh para da’i untuk menyebarkan ajaran Islam adalah mendirikan pesantren, sehingga banyak pesantren yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Posting Komentar